Selasa, 04 Oktober 2016

proposal penelitian



BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
 Pembelajaran Berbasiskan Proyek berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep “Learning by Doing” yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan.
            Santyasa (2006) juga menjelaskan bahwa di dalam Pembelajaran Berbasis proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa atau masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek dalam pelaksanaannya menekankan pada pembelajaran yang kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif dalam hal ini menunjukkan bahwa antara siswa dalam kelompok saling ketergantungan dalam menyelesaikan proyek dan antara siswa satu dengan siswa yang lain akan mencapai suatu tujuan jika dalam kelompok tersebut dapat mencapai tujuan bersama yang diharapkan (Slavin, 1995; Arends, 1998; Heinich et al., 2002 dalam Santyasa, 2006).
Pembelajaran berbasis proyek membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komperehensif di mana lingkungan belajar siswa perlu didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik, termasuk pendalaman materi pada suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Biasanya pembelajaran berbasis proyek memerlukan beberapa tahapan dan beberapa durasi, tidak sekedar merupakan rangkaian pertemuan kelas, serta belajar kelompok kolaboratif
            Pembelajaran Berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Model Pembelajaran Berbasis Proyek tampak cocok apabila diterapkan pada siswa yang berkemampuan akademis tinggi karena menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi, mampu menerapkan kedisiplinan, mengatur waktu secara ketat,  berinvestigasi dalam mengenali dan menyelesaikan masalah yang terjadi di sekitarnya serta bekerja secara mandiri.
Observasi di lapangan menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Proyek belum pernah diterapkan pada pembelajaran Biologi di SMP N IV Wuarlabobar, yang memiliki siswa berkemampuan akademis biasa. Oleh karena itu, informasi mengenai pengaruh penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek  terhadap kemampuan berpikir kritis materi Pertumbuhan Dan Perkembangan di SMP IV Wuarlabobar merupakan hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan, siswa belum diajak untuk berpikir kritis dan solutif dalam mengenali permasalahan lingkungan disekitarnya serta membuat produk secara nyata.
Mengingat materi Pertumbuhan Dan Perkembangan sangat dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, maka Pembelajaran Berbasis Proyek menunjukkan potensi dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa untuk mengenali dan menyelesaikan permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya.
Penelitian Atmidha (2009) telah memberi petunjuk bahwa Model Pembelajaran Berbasis Proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis.
 Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat kembali apakah penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan pada siswa di SMP N IV Wuarlabobar.
            Pada penelitian ini, pembelajaran difokuskan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, siswa diarahkan pada kegiatan eksplorasi lingkungan sekitarnya dan menemukan masalah terkait dengan Pertumbuhan Dan Perkembangan serta memberikan simpulan.
Proyek yang diberikan kepada siswa dikerjakan secara berkelompok dan diarahkan pada perbandingan  di daerah gelap dan terang, serta membuat laporan tertulis mengenai proyek tersebut.  
Hasil observasi dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum pernah ada penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis di SMP IV Wuarlabobar. Untuk maksud tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan
B. Batasan Masalah
             Penelitian ini dibatasi pada pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan.

C. Rumusan Masalah
             Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1.      Apakah model Pembelajaran Berbasis Proyek berpengaruh secara signifikan  terhadap kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan di SMP N IV Wuarlabobar

E.   Manfaat Penelitian
1.      Bagi guru : hasil penelitian ini dapat menjadi masukan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam menggunakan model pembelajaran berbasis proyek yang dapat mengefektifkan kegiatan pembelajaran khususnya Kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan.
2.      Bagi siswa : dapat meningkatkan hasil belajar mengajar pada Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan, selain itu siswa dapat belajar bekerja sama memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dan dapat saling berbagi ilmu tanpa mementingkan kepentingan sendiri.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
     1. Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajran berbais proyek merupakan model pembelajran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek (Thomas 1999 diacu dalam Wenna 2009).
Pembelajran berbasis proyek merupakan metoda belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajran ini dirancang  untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan pelajar dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Sebagai sebuah model  pembelajaran, Menurut Thomas dalam Wena (2009).
Pembelajaran berbasis proyek mempunyai berapa prinsip, yaitu :
a. Prinsip sentralis, menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari
    kurikulum, dimana siswa belajar konsep utama dari sutu pengetahuan  melalui
    kerja proyek.
b. Prinsip pertanyaan pendorong, berarti bahwa kerja proyek berfokus pada
    pertanyaan yang
    dapat mendorong siswauntuk memperoleh konsep utama suatu bidang tertentu.
c. Prinsip investigasi konstruktif, merupakan proses yang mengarah pada
    pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pengembangan konsep
    dan resolusi.
d. Prinsip otonomi, dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai 
     kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
e. Prinsip realistis, berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata.
    Pembelajaran berbasis proyek dapat diimplementasikan dalam berbagai disiplin
    ilmu.
Menurut   Pribadi (2003), pembelajaran berbasis proyek umumnya
    memiliki pedoman langkah:


a. Planning
    Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Merancang seluruh proyek, kegiatan dalam langkah ini adalah mempersiapkan
     proyek, guru menyampaikan fenomena nyata sebagai  sumber masalah, 
     pemotivasian dalam memunculkan masalah.
2) Mengorganisasi pekerjaan, kegiatan dalam langkah ini adalah merencanakan
     proyek, memilih topik, memilih informasi terkait proyek, membuat prediksi,
    dan membuat desain investigasi.
b. Creating
Dalam tahap ini siswa mengembangkan gagasan-gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang muncul dalam kelompok, dan membangun proyek. Pada tahapan ini pula siswa menghasilkan suatu produk (artefak) yang nantinya akan dipresentasikan dalam kelas.
c. Processing
Tahapan ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi. Pada presentasi proyek akan terjadi komunikasi secara actual kreasi ataupun temuan dari investigasi kelompok, sedangkan pada tahapan evaluasi akan dilakukan refleksi terhadap hasil proyek, analisis dan evaluasi dari proses-proses belajar. Fokus Pembelajaran Berbasis Proyek melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengonstruksi pengetehuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata (Thomas 2000 diacu dalam Wena 2009).
Proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif, unik, yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa (Santyasa 2006).
Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengeksplorasi lingkungan alam sekitar siswa sehingga siswa dapat menemukan masalah yang nyata dan mengusulkan solusi melalui kerja proyeknya.
 Siswa belajar melalui kegiatan eksplorasi dan menemukan simpulan atau konsep tentang sesuatu yang dipelajarinya serta membuat solusi atas permasalahan yang ditemukannya. Siswa memperoleh pemahaman melalui kegiatan ilmiah dan proses sains seperti mengamati, mengumpulkan data, membandingkan, memprediksi, membuat pertanyaan, merancang kegiatan, membuat hipotesis, merumuskan simpulan berdasarkan data dan membuat laporan kegiatannya.  
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dipandang sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa membangun pengetahuan dan keterampilan. Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada orang lain adalah suatu bentuk pembelajaran individu. Proses interaksi dengan teman sejawat membantu proses konstruksi pengetahuan. Dengan kata lain, Pembelajaran Berbasis Proyek dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan dan memecahkan masalah.

2. Kajian Teoritis Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
    Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis.
Model Pembelajaran Berbasis Proyek didukung oleh teori belajar konstrukstivisme (Wena, 2009). 
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan itu tidak lagi sesuai (Trianto 2007).
Selama proses berinteraksi dengan lingkungan, siswa akan membangun pengetahuannya sendiri dalam konteks pengalamannya sendiri sehingga akan memperoleh pengetahuan.
 Menurut Pribadi (2009), contoh aktivitas pembelajaran yang menandai siswa melakukan konstruksi pengetahuan adalah mengatasi masalah yang sedang dihadapi dan berpikir kritis tentang isu yang bersifat kompleks. Proses berpikir lahir dari rasa sangsi akan sesuatu yang kemudian tumbuh menjadi masalah yang khas dan memerlukan pemecahan (Nazir 2005).
Dalam pembentukan pengetahuan, menurut Piaget (1970) yang diacu dalam Mulyani et al (2008), terdapat dua aspek berpikir yaitu aspek figuratif dan aspek operatif. Aspek operatif lebih penting karena menyangkut operasi intelektual atau sistem transformasi. Berpikir operatif inilah yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan pengetahuannya dari suatu level tertentu ke level yang lebih tinggi atau dengan kata lain mampu berpikir kritis terhadap hal yang ditemuinya.
Menurut Manahal (2007), pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivisme dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis adalah proses yang bertujuan memutuskan pengaturan diri yang memacu penyelesaian masalah dan mengambil keputusan (Lisminingsih 2008).
Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual dimana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional (Murti 2008).
Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir evaluatif yang mencakup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau argumen yang disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan tindakan.
Indikator keterampilan berpikir kritis menurut Fisher (2008) adalah :
a. Mengidentifikasi
            Identifikasi adalah membedakan komponen-komponen yang satu dengan yang lainnya sehingga tidak menimbulkan kebingungan. Mengindentifikasi merupaka pemberian tanda-tanda pada golongan barang-barang atau sesuatu. Dengan identifikasi suatu  komponen itu dapat dikenal dan diketahui masuk dalam golongan mana.
b. Menilai
            Menilai adalah suatu tindakan mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Menilai merupakan suatu kegiatan memeriksa kebenaran suatu informasi dan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan.
c. Menginterpretasi
            Menginterpratasi merupakan kegiatan menjelaskan dan menafsirkan  fakta, data, informasi, atau peristiwa dalam tabel, gambar, diagram, grafik, dan dapat juga menerangkan sesuatu dengan grafik atau tabel.
d. Menganalisis
            Menganalisis merupakan kegiatan menguraikan suatu bahan (fenomena atau bahan pelajaran) ke dalam unsur-unsurnya, kemudian menghubungkan bagian dengan bagian dengan cara disusun dan diorganisasikan. Kemampuan ini merupakan tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan pemahaman isi dan bentuk struktural materi yang dipelajari.
e. Mengemukakan pendapat atau berargumen
            Pendapat merupakan suatu pemikiran atau perkiraan tentang suatu hal. Selain itu, pendapat bisa didefinisikan sebagai suatu alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendirian, atau gagasan. Berpendapat berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing.
f. Mengevaluasi
Mengevaluasi merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan, menyatakan pendapat, memberi penilaian berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif. Mengevaluasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan menilai.
g. Menyimpulkan atau menginferensi
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk menginterpretasikan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta. Membuat kesimpulan berawal dari pengumpulan data, kemudian melalui suatu diskusi dibuat kesimpulan sementara berdasarkan informasi yang yang dimiliki sampai batas waktu tertentu.
Selanjutnya, disampaikan oleh Ennis (1993) dalam Muhfahroyin (2000), bahwa evaluasi terhadap kemampuan berpikir kritis antara lain bertujuan untuk mendiagnosis tingkat kemampuan siswa, memberi umpan balik keberanian berpikir siswa, dan memberi motivasi agar siswa mengembangkan kemampuan berpikir krit isnya. Kemampuan berpikir krit is siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat terekam dari kemampuannya dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah, mengintepretasi pertanyaan, menganalisis data, mengemukakan argumen, membuat penilaian, mengevaluasi, serta menarik kesimpulan.
Menurut Muhfahroyin (2005), taksonomi Bloom yang telahdirevisi oleh Anderson dan Krathwhol (2001) sangat berguna dalam meningkatkan level berpikir kritis siswa dalam pembelajaran. Tipe hasil belajar kognitif tersebut meliputi tipe hasil belajar pengetahuan hapalan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreasi.
Tipe hasil belajar ranah kognitif yang mencerminkan tingkat belajar yang rendah adalah tipe hasil belajar hapalan dan pemahaman (Anni 2009).
Pada tipe hasil belajar hapalan, cakupan dalam pengetahuan hapalan termasuk pengetahuan yang bersifat faktual, namun tipe hasil belajar ini penting untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya. Sehubungan dengan hafalan,
Taylor (2001) dalam Muhfahroyin (2005) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran yang berbasis hafalan menjadikan siswa jarang dituntut untuk bertanya dan berpikir, sehingga kemampuan berpikir kritis kurang terpacu.
            Menurut Anni (2009), tipe hasil belajar pemahaman memerlukan adanya pertautan antara konsep dengan makna. Hasil belajar ini berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana, dan mencerminkan tingkat pemahaman paling rendah. Berpikir dapat dipacu dengan mengajukan pertanyaan yang ditingkatkan kompleksitasnya (Muhfahroyin 2005).
Menurut Anni (2009), pada tipe hasil belajar penerapan, terdapat konsep, teori, hukum, dan rumus. Dalil hukum tersebut diterapkan dalam suatu pemecahan masalah. Dengan kata lain, tipe belajar penerapan bukan keterampilan motorik, tapi lebih banyak keterampilan mental. Tipe belajar analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yang memerlukan unsur tipe hasil belajar sebelumnya yaitu hapalan, pemahaman, dan penerapan.
Bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang akan dapat mengkreasi sesuatu yang baru. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, penekanan terletak pada pertimbangan sesuatu nilai mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu. Pada tipe hasil belajar kreasi, siswa penekanan terletak pada pemasangan unsur-unsur untuk membentuk kesatuan yang fungsional dan mereorganisasi pola atau struktur baru.
Salah satu dimensi hasil belajar menurut Rustaman (2008) adalah kebiasaan berpikir atau habits of mind. Menurut Costa (2000) dalam Anwar (2005), habits of mind berarti watak perilaku secara cerdas ketika menghadapi masalah, atau terhadap jawaban yang tidak segera diketahui. Dimensi hasil belajar yang berupa kebiasaan berpikir dapat terjadi bersamaan dengan dimensi hasil belajar lainnya, tetapi kebiasaan berpikir dalam bidang ilmu atau materi subyek tertentu hanya mungkin terjadi melalui wahana pengetahuannya.
Lebih jauh tentang kebiasaan berpikir menurut Marzano (1994) dalam Rustaman (2008), diketahui bahwa kebiasaan berpikir tersebut terdiri atas tiga komponen yang saling melengkapi dan membentuk suatu kesatuan. Komponen-komponen tersebut adalah berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), dan pengaturan diri (selfregulation).
Sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis yang diajukan oleh Fisher (2008) yaitu mengidentifikasi, menilai, mengintepretasi, menganalisis, berargumen, mengevaluasi, dan menyimpulkan, maka tipe hasil belajar ranah kognitif yang menuntut siswa untuk menafsirkan, memecahkan masalah, menganalisis, mempertimbangkan sesuatu nilai, membuat keputusan dan membuat kesimpulan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.

5. Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tumbuhan
Dalam KTSP 2006 Materi pertumbuhan dan perkembangan adalah Materi Biologi kelas VIII Semester Genap.
 Pertumbuhan adalah proses pertambahan volume  dan jumlah sel yang menyebabkan bertambah besarnya ukuran organisme  dan bersifat irreversibel. (Irreversibel artinya  tidak akan kembali keukuran  semula)
Perkembangan adalah proses pertambahan jenis sel melalui proses diferensiasi sehingga menuju kedewasaan.(Pertumbuhan bersifat kuantitatif (dapat diukur), dan perkembangan bersifat kualitatif (tidak dapat diukurPertumbuhan tidak berjalan sendiri tetapi seiring sejalan dengan perkembangan ).
Titik tumbuh (meristematik) pada tumbuhan terletak pada ujung
akar, ujung batang dan jaringan kambium.Berdasarkan aktivitasnya dibedakan menjadi 3 daerah pertumbuhan, yaitu :
a.   Daerah pembelahan sel
perbanyakan sel atau pembentukan sel baru
b.   Daerah perpanjangan sel
perubahan ukuran sel menjadi memanjang
c.   Daerah diferensiasi
 pertumbuhan secara fisiologi dan morfologi dalam suatu sel, jaringan, atau organ.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimulai dari perkecanbahan biji. Perkecambahan ada 2 tipe yaitu epigeal dan hipogeal.
Pertumbuhan epigeal/perkecambahan epigeal  adalah pertumbuhan keping biji dan pucuk tunas  terangkat  ke atas permukaan tanah.contoh : kacang hijau.
Pertumbuhan hipogeal/perkecambahan hipogeal   adalah pertumbuhan pucuk tunas terangkat ke atas sedangkan kotiledon  tetap berada di dalam tanah. Contoh : jagung
Pertumbuhan pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder.
(1)Pertumbuhan primer
- Pertumbuhan primer adalah pertumbuhan yang disebabkan kegiatan titik tumbuh  
  primer.
- titik tumbuh primer terdapat pada ujung akar dan ujung batang.
- pertumbuhan primer menyebabkan batang dan akar bertambah panjang.
(2)Pertumbuhan sekunder
- Pertumbuhan sekunder adalah pertumbuhan yang disebabkan kegiatan titik
  tumbuh sekunder.
- titik tumbuh sekunder  terdapat pada kambium.
- pertumbuhan sekunder menyebabkan  ukuran diameter batang menjadi semakin
  besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan
1.  Faktor eksternal
a.   Zat hara
Berupa makronutrien dan mikronutrien yang diserap oleh akar maupun bagian tubuh yang lain berupa gas, cair, dan zat yang terlarut bersama air.
b.   Cahaya
Berperan dalam proses fotosintesis, namun cahaya yang berlebihan menghambat kerja hormon auksin (hormon pertumbuhan). Pada tempat yang gelap hormon auksin aktif diproduksi sehingga terjadi Pertumbuhan yang sangat cepat disebut : Etiolasi. Batang yang tumbuh memiliki struktur memanjang namun tidak kokoh.
c.   Air
untuk fotosisntesis dan membantu perkecambahan biji.
d.   Suhu
Suhu optimum umumnya 22o C – 37o C, erat kaitannya dengan kerja
enzim.
e.   Oksigen
Untuk respirasi
f.   Kelembaban
Kelembaban udara yang tinggi akan dapat mendukung proses perkecambahan dan pertumbuhan.
Perkecambahan dimulai dengan proses masuknya air ke dalam biji disebut imbibisi, air akan mengaktifkan enzim-enzim metabolisme. Sehingga biji dapat berkecambah. Dalam keadaan lingkungan yang tidak mendukung biji akan mengalami dormansi yaitu keadaan tidak dapat berkecambahnya biji. Biji dorman dapat terjadi jika kelembaban tidak cukup
2.  Faktor internal
a.   Genetis
b.   Fitohormon (hormon tumbuhan)
1.   Auksin
2.   Giberelin
3.   Sitokinin
4.   Asam Absisat (ABA)
5.   Etilene
6.   Asam traumalin
7.   Kalin

Tumbuhan memiliki kemampuan untuk memperbaiki bagian yang luka, disebut daya restitusi atau regenerasi. Peristiwa ini terjadi dengan bantuan hormon luka atau kambium luka atau asam traumalin. Lukaluka yang terjadi dapat tertutup kembali dengan membentuk jaringan kalus dan jaringan yang rusak dapat diganti dengan yang baru. Bahkan dari luka pada bagian tertentu dari tubuh tumbuhan dapat tumbuh tunas baru.
























B.  Kerangka Berpikir
·         Model pembelajaran berbasis proyek : Melibatkan kerja proyek (Wena 2009)
·         Model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh terhadap kemampuan  berfikir kritis  (Penelitian Atmida 2009)
·         Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwhol (2001) sangat berguna dalam meningkatkan level berpikirkrit is siswa dalam Skor tes kemampuan berpikir kritis berkorelasi signifikan dengan skor tes hasil.



·         Model Pembelajaran Berbasis Proyek belum pernah diterapkan di SMP N IV Wuarlabor
·         Pembelajaran materi Pertumbuhan Dan Perkembangan belum mengajak siswa untuk berpikir kritis terhadap permasalahan di sekitarnya dan membuat produk secara nyata.          
·         Belum adanya informasi mengenai hubungan antarakemampuan berpikir kritis

Hipotesis :
1.      Tingkat keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek berpengaruh signifikan terhadap skor tes kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan .

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek  di SMP IV Wuarlabobar Berpengaruh signifikan terhadap skor tes kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan



 































C.  Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.                          Tingkat keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
berpengaruh terhadap skor tes kemampuan berpikir kritis pada materi Pertumbuhan Dan Perkembangan.


























BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
            Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri IV Wuarlabobar kelas VIII. Lokasi, terletak di Propinsi Maluku, Kabupaten MTB (Maluku Tenggara Barat) Kecamatan Wuarlabobar Desa Watmasa Penelitian dilakukan pada tanggal…………….sampai tanggal………di kelas …… sebagai kelas eksperimen dan kelas……..sebagai kelas kontrol pada semester ……..tahun pelajaran ……….

B. Populasi dan Sampel
            Pengertian populasi menurut Arikunto (2006) adalah keseluruhan subyek penelitian. Menurut Singarimbun (1995), populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP IV Wuarlabobar yang berjumlah 45 siswa dan terbagi dalam 3 kelas yaitu kelas VII A, VII B, dan kelas VII C yang masing-masing kelas terdiri dari 15 siswa.
             Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto 2006). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seluruh siswa kelas VII SMP N IV Wuarlabobar yang berjumlah 45 siswa yang terbagi dalam Tiga  kelas yaitu Kelas VII A, VII B, VII C. siswa kelas…….sebagai kelas eksperimen, dan…….. siswa kelas…….sebagai kelas control yang diambil dengan teknik convinience sampling karena jumlah siswa sebagai responden ditetapkan oleh guru sehingga penetapan jumlah sampel dilakukan dengan cara sederhana (convenience sampling), sekalipun demikian rumus penarikan sampel diterapkan untuk mendapatkan jumlah sampel yang memadai (adequate sample).
            Langkah penarikan sampel pada penelitian ini adalah:
a.  Menghitung anggota populasi penelitian yaitu siswa kelas VII SMP N IV 
            Wuarlabobar yang berjumlah 45 siswa pada semester……….Tahun
     pelajaran……….
b. Menetapkan jumlah sampel berdasarkan anjuran dari guru biologi kelas VII SMP IV Wuarlabobar yaitu…….. .siswa kelas……….sebagai
      kelas\eksperimen dan………siswa kelas………..sebagai kelas kontrol. Dasar    
      pertimbangan sampel adalah penetapan jumlah sampel dengan cara sederhana  
     (convenient sampling).
c.  Menghitung jumlah sampel
            Dalam menentukan jumlah sampel menurut Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2009) digunakan rumus :
                     
Keterangan :
S = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
P = Proporsi sebagai dasar asumsi pembuatan tabel. Harga P ini diambil
d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat
       ditoleransi dalam fluktuasi proporsi sampel P.
λ2 = Nilai tabel chisquare untuk dk=1, taraf kesalahan 1%,5%, 10%

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian (Arikunto 2006). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab (Arikunto 2006). Variabel terikat adalah variabel akibat atau variabel yang dipengaruhi (Arikunto 2006). Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis 1 : tingkat keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
    berpengaruh terhadap skor tes kemampuan berpikir kritis pada materi  
    pertumubuhan dan perkembangan
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat keterlaksanaan model
    Pembelajaran Berbasis Proyek.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah skor tes kemampuan berpikir kritis
     materi Pertumbuhan Dan Perkembangan .

D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dengan menggunakan desain penelitian Pretest-Posttest, Non-Equivalent Control Group Design. Pada desain ini terdapat pretes sebelum perlakuan diberikan dan postes setelah perlakuan diberikan (Tim Puslitjaknov 2008). Dalam penelitian ini diambil dua kelas perlakuan.

E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan pengambilan data.
1. Tahap persiapan
2. Pelaksanaan
3. Pengambilan Data

F.  Data dan cara Pengambilan Data
Di dalam melakukan penelitian, Teknik pengambilan data di butuhkan untuk  membuktikan hipotesis yang telah di tetapkan. Untuk mendapatkan data yang digunakan instrument penelitian. Instrument penelitian diartikan sebagai alat yang mampu menampung sejumlah data yang di gunakan untuk menjawab pertanyaan dan hipotesis penelitian.
Teknik pengumpulan data sangat sangat berpengaruh terhadap terhadap hasil penelitian karena dengan mengguanakan atau pemilihan metode pengumpulan data yang tepat peneliti memperoleh data yang relevan, akurat, dan reliable. Dalam penelitian ini sumber data bersal dari siswa dan merupakan jenis data kuantitatif.
G. Metode Analisis Data
            Metode analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi :
1.      Anlisis tingkat keterlaksanaan model Pembelajaran Berbasis Proyek dalam  pendekatan Jelajah  Alam Sekitar.
Dalam Penelitian ini tingkat keterlaksanaan Model Pembelajran Berbasis Proyek diukur menggunakan Angket.
2. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Kemampuan berpikir kritis siswa diukur dari skor tes kemampuan berpikir kritis yang memuat indicator berpikir kritis. Skor kemampuan berpikir kritis di ambil daro skor protes.
4. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Data yang diuji normalitasnya adalah data kemampuan berpikir kritis masing-maisng Pada kelas eksperimen dan kelas control.
















DAFTAR PUSTAKA
Anwar C. 2005. Upaya Guru Membentuk Habits of Mind siswa dalamPembiasaan     
               Berpikir Tingkat Tinggi-nya. Bandung : Widyaiswara Pendidikan 
               Biologi IPA Bandung. On Line at
Atmidha, G. N. 2009. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap   
            Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar, dan Sikap Terhadap  
 Pertumbuhan Dan Perkembangan  Sholahudin. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi ke   
             2.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.CORD, 2007. Project-Based
             Learning,(Online), (http://www.cord.org/project baselearning/,diakses 17
             Februari 2008).
Dickinson, G., and Jackson, J.K. 2008. Planning for Success. How to Design and
              Implement Project- Base science Activities. The Science Teacher.
              November 2008:29-32.
pertumbuhan-dan-perkembangan.html Pada 03 Oktober 2014, pukul 11:23
Lucas, George .(2005). Instructional Module Project Based Learning.
http://www.edutopia.org/modules/PBL/whatpbl.php.
Mahanal, S. & Wibowo, A.L. 2009. Penerapan Pembelajaran Lingkungan Hidup 
             Berbasis Proyek untuk Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis,  
             Penguasaan Konsep, dan Sikap Siswa (Studi di SMAN 9Malang).
             Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Lingkungan
             Hidup dan Interkonferensi BKPSL. Universitas Negeri Malang. 20-21
             Juni 2009-07-15.



Tidak ada komentar: